Kamis, 17 Maret 2011

EKSPOR JAHE

Zaman sekarang, semua serba praktis dan instan, termasuk sewaktu menyeruput bandrek. Itu sebabnya, minuman tradisional khas Sunda yang mulai merambah pasar ekspor tersebut kini banyak dijual dalam pelbagai kemasan.
Sekarang, minuman tradisional Sunda berbahan baku jahe dan gula aren ini tidak cuma menjadi monopoli warung-warung makan di pinggir jalan. Bandrek juga merangsek ke pasar ritel dalam bentuk kemasan. Jadi, tinggal seduh dengan air panas, bandrek siap diseruput panas-panas.
Ada sebuah produsen bandrek instan bernama Hanjuang, mulai memproduksi bandrek instan sejak 2000 lalu. Pasarnya sudah jauh menjangkau ke luar Jawa Barat, mulai Medan, Pekanbaru, Jakarta, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya.
Bahkan, bandrek Hanjuang juga mulai merambah pasar ekspor. “Agen kami sempat mengirimkan produk kami ke Australia dan sejumlah negara di Timur Tengah, ya meskipun masih dalam jumlah yang kecil,” kata Muhammad Sanusi, Humas Cihanjuang Inti Teknik.
Perusahaan yang dulunya bergerak di bidang teknik ini bisa memproduksi 40.000 kemasan bandrek instan per hari dengan bermacam varian rasa. Saat ini, Cihanjuang Inti Teknik mempekerjakan 68 karyawan. Itu belum termasuk tenaga outsourcing, misalnya ibu-ibu di sekitar pabrik yang tergabung dalam Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
Proses produksi melibatkan penduduk sekitar pabrik, terutama untuk tenaga pengemasan. Adapun untuk keperluan produksi bandrek instan, Cihanjuang Inti Teknik sudah punya mesin pengolah sendiri.
Kini, Cihanjuang Inti Teknik memproduksi 11 bandrek instan beraneka rasa dan permen bandrek dengan empat rasa. Contohnya, Bandrek Hanjuang, Bajigur Hanjuang, Bandrek Spesial dengan ekstra ginseng dan pinang, Beas Cikur, Coklat Bandrek, Teh Bandrek, Kopi Bandrek, serta Kopi Bajigur. “Omzet per bulan kami Rp 30 juta hingga Rp 40 juta,” ujar Sanusi.
Cihanjuang Inti Teknik memerhatikan betul soal proses pengemasan bandrek instan mereka. Selain dalam bentuk rencengan yang bisa dijual di warung-warung, perusahaan yang berbasis di Cimahi, Jawa Barat, ini juga memproduksi bandrek instan dalam kemasan kantong kertas yang lebih klasik dan berkelas. “Banyak yang mencari produk ini untuk oleh-oleh,” imbuh Sanusi.
Menurut Sanusi, keunggulan bandrek instan Cihanjuang Inti Teknik ada pada rasa yang khas. Soalnya, mereka memakai pelbagai bahan rempah pelengkap, seperti serai, merica, cabe, lada, cengkeh, dan kayu manis.
Nah, untuk pasokan bahan baku utama jahe, Cihanjuang Inti Teknik mendatangkannya khusus dari luar Jawa. “Selama ini, untuk bahan baku jahe, kami bekerjasama dengan petani di daerah Lampung,” kata Sanusi.
Setiap tahun, Cihanjuang Inti Teknik memasok sekitar 100 ton jahe dari Lampung. Sementara itu, untuk gula aren, mereka mendapat suplai dari para petani binaan di wilayah Sukabumi Selatan.
Bandrek Cihanjuang, demikian merek sebuah produk dari usaha kecil yang berlokasi di kawasan Cihanjuang Kota Cimahi, Jabar. Nama dipilih sesuai asal daerah agar mudah diingat. Padahal kawasan itu pada tahun 2000-аn, lebih dikenal sebagai kawasan usaha teknik pembuatan turbin untuk mikro hidro.
Kini setiap kali mendengar Cihanjuang, pasti selalu melekat di pikiran sebuah produk minuman khas Jabar, bandrek dan bajigur.
Sanusi, salah satu penggagas pembuatan Bandrek Cihanjuangbercerita, bahwa usaha membuat bandrek pada awalnya hanya coba-coba saja karena usaha utamanya adalah pembuatan turbin dan tekhnik lainnya.
Berada di bawah usaha CV Cihanjuang Inti Tekhnik, sebut saja Sanusi dan Eli Juniati, sering kedatangan konsumen yang hendak membeli turbin. Turbin digunakan untuk pembangkitan listrik mikro hidro sebagai penerangan di daerah terpencil.
Karena hanya digunakan untuk pembangkitan listrik skala kecil, turbin biasanya dibeli oleh dinas-dinas sebagai proyek percontohan saja. Inovasi penggunaan turbin selain untuk listrikpun dibuat, yakni menjadi mesin pemotong/ slicer. Setiap kali berpromosi, Sanusi menggunakan contoh tanaman jahe untuk dipotong dengan mesin buatannya.
Turbin tetap laku terjual, namun jahe yang sudah terpotong-potong itu, tidak mungkin dijual kembali. Dengan kreatifitasnya, maka dibuatlah sisa jahe itu sebagai minuman khas yakni bandrek.
“Kami tidak menguasai pembuatan bandrek, sehingga pada awal usaha banyak konsumen yang ragu dengan bandrek buatan Cihanjuang. Masa dari pabrik turbin kok jualan bandrek?,” ujar dia, meniru pernyataan keraguan dari calon konsumen.
Namun tanpa kenal lelah, promosi kecil dan produksi bandrek terus dilakukan. Mengganti kemasan yang hanya menggunakan plastik menjadi kemasan kertas berbentuk silinder. Tahun 2003 produksi Bandrek Cihanjuang meroket setelah mengganti kemasan dengan kertas berwarna coklat dan bentuk unik serta mencantumkan kode sertifikat halal.
“Perubahan ƖаbеƖ produk dan sertifikasi halal temyata ikut mendongkrak penjualan,” kata dia. Kini produksi Bandrek Cihanjuang perharinya mencapai 50.000 kemasan. Pasarnya pun tidak hanya wilayah Jabar, namun sudah mencapai Jakarta bahkan luar negeri. Bulan Juni lalu, pengusaha Rusia bahkan memesan Bandrek Cihanjuang, namun harus menyertakan ƖаbеƖ halal pada kemasannya.
Bandrek Cihanjuang tetap berada dibawah CV Cihanjuang Inti Tekhnik, memiliki produk bandrek dengan sembilan rasa berbeda menyesuaikan dengan permintaan konsumen, antara lain rasa original, rasa coklat, kopi, dll. Bandrek Cihanjuang pun kini sudah masuk di pasar ritel modern seperti halnya Carefour.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar